Berlubang, becek, dan berbahaya,” keluhnya dengan nada lirih, didampingi oleh kelompok ibu-ibu lainnya yang mendukung pernyataannya.
Yang lebih menyakitkan bagi warga adalah kenyataan bahwa Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tetap dikutip setiap tahun, tetapi fasilitas dasar seperti infrastruktur jalan justru terabaikan.
Kontras dan ketimpangan inilah yang menjadi sorotan.
Di satu sisi, Kabupaten Sergai yang dikenal dengan motto “Tanah Bertuah Negeri Beradat” terus menampilkan keberhasilan pembangunan.
Namun di sisi lain, masih banyak desa yang seolah dilupakan dan menanggung penderitaan infrastruktur yang buruk selama bertahun-tahun.
Warga kini hanya bisa berharap, jeritan mereka tak hanya terdengar di pinggir jalan, tapi sampai ke telinga para pemimpin daerah.
“Kami tak butuh janji-janji lagi. Kami ingin aksi nyata. Jalan ini harus diperbaiki. Sudah cukup lama kami bersabar,” tegas Arjuna.
Di tengah semarak peringatan 21 tahun berdirinya Kabupaten Sergai, cerita dari Desa Mangga Dua dan Desa Sei Rejo seolah menjadi pengingat bahwa pembangunan yang adil dan merata masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah daerah.
Suara-suara dari pinggiran ini layak untuk didengar dan ditindaklanjuti, demi mewujudkan cita-cita kabupaten yang benar-benar “beradat” dan “bertuah” untuk semua warganya.(tim)