SERGAI I METROSERGAI.com – Masyarakat Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, kembali menghadapi cobaan berat.
Setelah hampir sepekan dilanda banjir yang belum sepenuhnya surut, warga kini menjerit akibat kelangkaan BBM jenis Solar dan Pertalite, baik di SPBU maupun di tingkat pengecer.
Rumah-rumah warga masih terendam air setinggi 40 cm hingga satu meter, memaksa mereka mengungsi.
Di tengah kondisi sulit ini, kelangkaan BBM yang sudah berlangsung hampir seminggu terakhir semakin memperparah situasi.
Tokoh Agama: “Ekonomi Bisa Lumpuh”
Tokoh agama Sergai, Drs. Ustad Ridwan Yahya, pada Rabu (3/12/2025) menyatakan bahwa kelangkaan ini berpotensi melumpuhkan aktivitas masyarakat.
“Banyak warga bisa saja tidak dapat bekerja, baik di kantor pemerintah maupun swasta.
Buruh pun terancam tidak bisa mencari nafkah karena tidak ada BBM untuk kendaraan mereka,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa masyarakat sudah cukup menderita akibat banjir, dan kini diperburuk dengan kelangkaan BBM.
“Pemerintah harus segera turun tangan. Jangan biarkan penderitaan masyarakat semakin dalam,” tegasnya.
Ketua FKI-1 Sergai: “Ini Masalah Serius, Jangan Banyak Retorika”
Ketua Front Komunitas Indonesia Satu (FKI-1) Sergai, M. Nur, menilai kelangkaan BBM sebagai persoalan serius yang membutuhkan tindakan cepat.
“Masyarakat sudah sangat terpuruk. Banyak harta benda mereka terendam banjir. Jangan tambah derita warga,” ucapnya.
Ia menyebut sudah banyak kendaraan yang tidak dapat beroperasi. “Ini bukan waktunya retorika atau seremonial. Pemerintah harus bertindak.
Jika masalah ini tidak segera diselesaikan, banyak warga yang tidak bisa masuk kerja dan aktivitas harian akan lumpuh.”
M. Nur bahkan mengingatkan: “Pemerintah jangan menunggu masyarakat marah dan melakukan demonstrasi besar-besaran baru bergerak.”
BBM Menghilang di Tingkat Pengecer
Kelangkaan BBM juga dirasakan hingga ke desa-desa.
Yuyun, warga Desa Silau Rakyat, Sei Rampah, mengatakan bahwa Pertalite bukan hanya langka di SPBU, tetapi hilang total di pengecer.
“Harga di pengecer biasanya bisa mencapai Rp30.000 per liter. Meski mahal, tetap kami beli. Tapi sekarang barangnya tidak ada sama sekali,” keluhnya.












