METROSERGAI.com – “Sejarah adalah ilmu pengetahuan yang di susun atas hasil penyelidikan beberapa peristiwa yang dapat dibuktikan dengan bahan kenyataan”
Muhammad Yamin.
Kami setuju dengan ungkapan beliau, bahwa sejarah merupakan peristiwa yang dapat dibuktikan dengan bahan kenyataan.
Pernyataan ini terealisasi dengan sempurna dalam bait- bait Puisi “Ini Kesawan, Puan” Karya Sartika Sari, seorang sastrawan dan akademisi asal Sumatera Utara yang sudah lama berkecimpung di duniakepenulisan.
Melaluigoresanpenanya,Sartikaberhasilmenarikpembacauntuk bernostalgia kembali mengingat kesawan yang bersejarah di Kota Medan, Sumatera Utara.
DalampuisinyaSartikacukuplihaimembawapembacamenelusurijejakkolonial dan poscakolonial yang wujudnya masih terasa di bangunan – bangunan kesawan.
Seperti yang tergambar pada kalimat “Berbagai bangunan seperti perempuan tua berajajar” dengan majas personifikasi, bangunan – bangunan kolonial menjadi saksi bisu kuat untuk menyimpan beragam kisah dan memori.
“London Sumatera” ungkap sartika seolah mengajak kita untuk mengingat pengaruh penjajahan Belanda terhadap Kota Medan, kawasan Kesawan.
Nama ini merujuk pada perusahaan perkebunan karet dan kopi yang mendominasi ekonomi Sumatera pada masa itu, hal ini pula yang menjadi pencetus dalam perubahan ekonomi kawasan kesawan pada masa kini.
Selain itu, dalam puisinya Sartika menyenggol seorang tokoh yang memiliki hubungan erat dengan masa kolonial.
Seorang pedagang keturunan Tionghoa yang berperan penting dalam perkembangan Kota Medan, dan sosok yang menjadi penghubung antara kolonialisme dan masyarakat lokal “Tjong AFie” lah tokohnya.
Namun, dengan menggambarkan restoran poskolonial seperti Tip Top, Sartika menyentil bagaimana simbol warisan kolonial yang masih bertahan sampai saat ini.
Bukan sebagai kenangan sejarah, tetapi bertranformasi menjadi kultur komersial dan konsumtif yang ada pada masa sekarang.
Dalam konteks ini dapat kita kutip, bahwa banyak bangunan, serta tempat yang seharusnya mengingatkan kita pada sejarah justru menjadi sebuah tempat komodifikasi.