SEMARANG I METROSERGAI.com – Dorongan untuk mereformasi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) kembali menguat.
Dalam Seminar Nasional bertajuk “Menyongsong Pembaharuan KUHAP melalui Penguatan Peran Kejaksaan dalam Mewujudkan Integralitas Sistem Peradilan Pidana Indonesia”.
Jaksa Agung Republik Indonesia ST Burhanuddin menegaskan bahwa sistem hukum acara pidana Indonesia perlu dibangun ulang dengan pendekatan yang lebih humanis, adaptif, dan kolaboratif.
Acara yang digelar di Gedung Purwahid Patrik, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (FH Undip), Semarang, Kamis (24/7), menjadi panggung diskusi mendalam antara penegak hukum dan akademisi.
Hadir secara daring sebagai pembicara kunci, Jaksa Agung menyoroti berbagai kelemahan dalam KUHAP saat ini, khususnya terkait mekanisme upaya paksa seperti penangkapan dan penahanan, yang menurutnya belum memiliki sistem pengawasan efektif.
“Selama ini pengawasan terhadap tindakan upaya paksa terlalu bergantung pada jalur praperadilan, yang belum tentu mampu mencegah penyimpangan kewenangan.
KUHAP harus menjamin hak tersangka sekaligus melindungi korban,” ujar Burhanuddin.
Ia menambahkan, pembaruan KUHAP tidak boleh sekadar revisi teknis, tetapi harus mencerminkan semangat reformasi sistem peradilan yang lebih integratif dan akuntabel.
Termasuk, pengaturan ulang relasi antara penyidik dan penuntut umum yang kerap kali berjalan tanpa sinergi, sehingga berisiko menimbulkan pelanggaran prosedural.
“Relasi antarpenegak hukum perlu ditata ulang untuk memastikan proses hukum berjalan secara adil dan efisien,” tegasnya.
Kajati Jateng: Sudah Saatnya Tinggalkan Ego Sektoral
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Dr. Hendro Dewanto, dalam sambutannya mengkritisi penggunaan istilah “koordinasi”.
Dalam hubungan kerja antara jaksa dan penyidik yang dinilainya terlalu longgar dan tidak memberikan kepastian hukum.
Ia mendorong agar KUHAP yang baru mengusung pendekatan integralistik dalam sistem peradilan pidana.
“Dalam sistem hukum acara yang harus pasti dan tegas, istilah ‘koordinasi’ terlalu lemah.