Kita perlu prinsip kerja yang struktural dan saling melengkapi,” ungkapnya.
Hendro mengusulkan enam pilar pembaruan sistem peradilan pidana, yakni:
1. Kolaborasi aktif antarpenegak hukum dari awal hingga akhir proses pidana.
2. Keseimbangan kewenangan antarlembaga.
3. Diversifikasi lembaga penyidikan sesuai jenis kejahatan.
4. Unifikasi sistem penuntutan untuk menjamin kepastian hukum.
5. Peran aktif hakim sejak dini dalam proses hukum.
6. Pola kerja sinergis yang tidak berhenti pada koordinasi formal, tapi mengedepankan integrasi substansial.
Ia menyatakan kesiapannya menjadikan Jawa Tengah sebagai wilayah percontohan bagi implementasi pendekatan integralistik tersebut.
“Kami tidak ingin hanya jadi pengamat. Jawa Tengah siap menjadi laboratorium pembaruan KUHAP, demi sistem hukum yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat,” tegas Hendro.
Kolaborasi Akademisi dan Aparat Hukum: Menyusun Rancang Bangun KUHAP Masa Depan
Seminar nasional ini dihadiri berbagai tokoh penting, seperti Jampidum Asep N Mulyana, Rektor Undip Prof. Suharnomo, Dekan FH Undip Prof. Retno Saraswati.
Dan sejumlah guru besar hukum, termasuk Prof. Pujiyono dan Prof. Pujiono Suwadi.
Seluruh narasumber sepakat bahwa pembaruan KUHAP harus dilakukan secara komprehensif dengan melibatkan unsur akademisi, aparat penegak hukum, serta masyarakat sipil.
Harapannya, sistem hukum yang baru tidak hanya menjamin keadilan secara normatif, tetapi juga memberikan rasa keadilan secara nyata di tengah masyarakat.(kk)