JAKARTA – METROSERGAI.com – Dalam sebuah sarasehan ekonomi yang digelar di Jakarta pada Selasa (8/4).
Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, melontarkan kritik tajam terhadap sistem kuota impor yang selama ini dinilai tidak adil.
Menurutnya, kebijakan impor yang diskriminatif dan hanya menguntungkan segelintir pihak harus segera dihapuskan demi terciptanya iklim perdagangan yang sehat dan merata.
Presiden Prabowo dengan tegas menyatakan bahwa praktik penunjukan perusahaan tertentu untuk mendapatkan jatah kuota impor tidak bisa dibiarkan terus berlangsung.
Ia menilai, pola seperti ini justru menjadi penghambat dalam upaya memperbaiki neraca perdagangan Indonesia.
“Bikin kuota-kuota, habis itu perusahaan A, B, C, D yang hanya ditunjuk.
Hanya dia boleh impor, enak saja,” tegas Prabowo di hadapan para pelaku usaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
Pernyataan ini muncul sebagai respons langsung terhadap keluhan para pelaku industri yang mengaku kesulitan mendapatkan bahan baku impor karena terbentur regulasi kuota yang tertutup dan tidak inklusif.
Para pengusaha menilai, kebijakan ini tidak hanya menghambat produktivitas industri, tetapi juga mempersempit daya saing nasional di pasar global.
Menjawab Tantangan Perdagangan Global
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani, menyampaikan keresahannya atas kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan oleh Amerika Serikat sejak masa pemerintahan Presiden Donald Trump.
Menurutnya, Indonesia harus segera menyiapkan strategi untuk merespons tekanan tersebut agar tidak semakin merugi dalam perdagangan bilateral.
Shinta menyebutkan, salah satu cara untuk menekan defisit perdagangan dengan AS adalah dengan mempercepat dan mempermudah akses impor bahan baku yang dibutuhkan oleh industri dalam negeri tanpa melalui pihak ketiga.
“Kami mohon ini bisa diimpor langsung industri dan bukan pihak ketiga.
Ini bisa langsung potong permasalahan,” ungkapnya.
Ia mencontohkan komoditas seperti kapas dan jagung yang selama ini sangat dibutuhkan industri, namun terkendala distribusinya akibat sistem kuota impor yang kaku dan tidak merata.