Untuk pertama kalinya dalam sejarah, pidana kerja sosial ditetapkan sebagai pidana pokok dalam KUHP Indonesia.
“Ini transformasi besar. Sistem pemidanaan kita tidak lagi hanya berorientasi pada pembalasan, tetapi bergerak ke arah korektif, rehabilitatif, dan restoratif,” ungkap Harli.
Harli menekankan perlunya kesiapan pemerintah daerah dalam menyediakan program sosial, fasilitas pendukung, dan mekanisme pengawasan yang memadai.
Menurutnya, keberhasilan kebijakan ini sangat ditentukan oleh sinergi antara kejaksaan dan pemerintah daerah.
“Pelaksanaan pidana kerja sosial tidak akan berjalan maksimal tanpa dukungan daerah.
Melalui MoU ini, kita memastikan seluruh proses dapat terukur dan benar-benar memberikan manfaat nyata bagi masyarakat,” ujarnya.(mcs)












