Senada dengan itu, Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafidz, mendukung penuh inisiatif ini dan berharap jumlah unit rumah yang disediakan dapat ditingkatkan.
“Kebutuhan hunian untuk wartawan tentu jauh lebih dari 1.000 unit,” ujarnya.
Data Terpadu, Eksekusi Cepat
Dalam kesempatan tersebut, turut ditandatangani nota kesepahaman (MoU) antara Kementerian PKP, Komdigi, dan BPS yang menjadi landasan resmi pelaksanaan program.
Menteri Maruarar Sirait bahkan memberi target konkret agar 100 rumah pertama sudah bisa diserahkan pada 6 Mei mendatang.
“Pesan Presiden Prabowo jelas: kerja cepat.
Jadi semua pihak mulai dari BTN, Tapera, hingga BPS dan Komdigi harus bergerak bersama,” ujarnya menegaskan.
Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengambil peran penting dalam memastikan kejelasan data penerima manfaat, yang disusun berdasarkan nama dan alamat (by name, by address).
Adapun wartawan yang berhak menerima rumah subsidi harus memiliki sertifikat kompetensi sebagai bentuk validasi profesi.
Dukungan Dewan Pers dan Lembaga Terkait
Dirjen Komunikasi Publik dan Media, Fifi Alyeda Yahya, menyatakan bahwa pihaknya akan bekerja sama dengan konstituen Dewan Pers untuk menghimpun data wartawan yang memenuhi syarat.
Kerja sama lintas lembaga ini diharapkan memastikan program ini tepat sasaran dan memberikan dampak nyata bagi kehidupan para jurnalis.
Program ini bukanlah yang pertama dari pemerintah. Sebelumnya, rumah subsidi telah diberikan kepada tenaga kesehatan, nelayan, dan guru.
Dalam waktu dekat, skema serupa juga akan menyasar tenaga kerja migran, memperluas jangkauan manfaat dari inisiatif pemerintah dalam menghadirkan keadilan perumahan.
Langkah ini membuktikan bahwa pemerintah mulai memberi perhatian lebih serius terhadap kesejahteraan insan pers, yang selama ini menjadi garda terdepan dalam menjaga demokrasi.
Namun, sebagaimana ditegaskan oleh Menteri Maruarar, keberpihakan ini tak boleh mengendurkan semangat kritis para wartawan.
“Dengan rumah yang layak, wartawan bisa bekerja lebih tenang.