Polhukam

Jaksa Agung Setujui Lima Perkara Restorative Justice, Salah Satunya Kasus Pencurian di Aceh

×

Jaksa Agung Setujui Lima Perkara Restorative Justice, Salah Satunya Kasus Pencurian di Aceh

Sebarkan artikel ini

Berdasarkan kesepakatan ini, Kejaksaan Negeri Pidie mengajukan permohonan penghentian penuntutan kepada Kejaksaan Tinggi Aceh, yang kemudian disetujui oleh JAM-Pidum dalam ekspose virtual.

Empat Kasus Lain yang Diselesaikan dengan Restorative Justice

Selain kasus di Aceh, terdapat empat perkara lain yang mendapat persetujuan untuk dihentikan melalui keadilan restoratif, yaitu:

1. Kasus Pencurian di Teluk Bintuni – Tersangka Selpius Iba dari Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni, didakwa melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

2. Kasus Penganiayaan di Maluku Tengah – Tersangka Riki Jhon Barnes Liliefna dari Cabang Kejaksaan Negeri Maluku Tengah di Wahai, didakwa melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

3. Kasus Penipuan dan Penggelapan di Pontianak – Tersangka Werry Rusandi bin Rusadji dari Kejaksaan Negeri Pontianak, didakwa melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.

4. Kasus Penghinaan di Aceh Barat Daya – Tersangka M. Yusuf bin Alm. Ansari dari Kejaksaan Negeri Aceh Barat Daya, didakwa melanggar Pasal 310 Ayat (1) KUHP tentang Penghinaan.

Alasan Penerapan Keadilan Restoratif

Keputusan untuk menghentikan penuntutan berdasarkan keadilan restoratif bukanlah tanpa pertimbangan.

Ada beberapa faktor yang menjadi dasar dalam penerapan mekanisme ini, antara lain:

Tersangka telah meminta maaf dan korban telah memberikan maaf

Tersangka belum pernah dihukum sebelumnya

Kasus ini merupakan tindak pidana pertama yang dilakukan tersangka

Ancaman pidana dari perbuatan yang dilakukan tidak lebih dari lima tahun penjara

Tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya

Proses perdamaian dilakukan secara sukarela tanpa tekanan, paksaan, atau intimidasi

Baik tersangka maupun korban sepakat bahwa melanjutkan kasus ke persidangan tidak akan memberikan manfaat lebih besar

Terdapat pertimbangan sosial dan respons positif dari masyarakat terhadap penyelesaian kasus ini

Melalui mekanisme ini, Kejaksaan Agung menegaskan bahwa hukum tidak hanya berbicara soal hukuman, tetapi juga tentang keadilan yang dapat dirasakan oleh semua pihak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *