Polhukam

Restorative Justice dalam Kasus Narkotika: Kejaksaan Agung Setujui Rehabilitasi bagi 17 Tersangka

×

Restorative Justice dalam Kasus Narkotika: Kejaksaan Agung Setujui Rehabilitasi bagi 17 Tersangka

Sebarkan artikel ini

Zola Nagio Pgl Zola bin Haribuan Simatupang dari Kejaksaan Negeri Padang

Muhammad Romadoni bin Surya Gunawan dari Kejaksaan Negeri Palembang

Mengapa Mereka Berhak Mendapatkan Restorative Justice?

Keputusan untuk memberikan rehabilitasi kepada para tersangka bukan tanpa alasan.

Kejaksaan Agung mempertimbangkan berbagai faktor sebelum akhirnya menyetujui permohonan restorative justice.

Beberapa alasan utama yang menjadi dasar keputusan ini meliputi:

1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium – Para tersangka terbukti positif menggunakan narkotika.

2. Tidak Terlibat Jaringan Peredaran Gelap Narkotika – Berdasarkan metode know your suspect, mereka dikategorikan sebagai pengguna akhir (end user), bukan bagian dari sindikat narkoba.

3. Tidak Berstatus DPO – Para tersangka tidak masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) dan tidak memiliki rekam jejak kriminal berat.

4. Hasil Asesmen Terpadu – Mereka diklasifikasikan sebagai pecandu, korban penyalahgunaan narkotika, atau penyalah guna narkotika.

5. Belum Pernah atau Tidak Lebih dari Dua Kali Menjalani Rehabilitasi – Mereka yang sudah pernah direhabilitasi tidak lebih dari dua kali tetap berhak mendapatkan kesempatan pemulihan.

6. Tidak Berperan Sebagai Bandar atau Kurir – Para tersangka bukan produsen, bandar, pengedar, atau kurir yang terlibat dalam jaringan narkotika.

Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini, Kejaksaan Agung menilai bahwa rehabilitasi adalah langkah terbaik bagi para tersangka, bukan hukuman penjara yang hanya akan memperburuk kondisi mereka.

Pendekatan Humanis dalam Penegakan Hukum

Restorative justice dalam kasus narkotika bukanlah kebijakan yang baru.

Sejak diterbitkannya Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021, Kejaksaan Agung telah mendorong penyelesaian perkara penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi, bukan sekadar pemidanaan.

Langkah ini didasarkan pada prinsip bahwa pecandu dan penyalah guna narkotika lebih membutuhkan perawatan dan pembinaan dibandingkan pemenjaraan.

Dengan memberikan mereka kesempatan untuk menjalani rehabilitasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *