Sebagai bagian dari reformasi hukum, Kejaksaan semakin mengedepankan konsep keadilan restoratif dalam menyelesaikan perkara pidana ringan.
Hingga Januari 2025, sebanyak 6.639 perkara telah berhasil diselesaikan melalui pendekatan ini, menghasilkan penghematan anggaran negara hingga Rp108,4 miliar.
Selain itu, sebanyak 4.653 Rumah Restorative Justice telah dibentuk di berbagai daerah sebagai wadah penyelesaian perkara berbasis kearifan lokal.
Dengan pendekatan ini, Kejaksaan tidak hanya menegakkan hukum tetapi juga membangun harmoni di masyarakat.
4. Stabilitas Pasca Pemilu dan Pilkada Serentak 2024
Guna memastikan keamanan pasca penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024, Kejaksaan telah membentuk 534 Posko Pemilu/Pilkada di seluruh Indonesia.
Keberadaan posko ini berperan dalam mencegah potensi konflik sosial dan politik yang mungkin muncul pasca pemilihan.
Hingga saat ini, tidak ditemukan konflik yang signifikan, namun Kejaksaan tetap berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk menjaga stabilitas hingga pelantikan kepala daerah pada 20 Februari 2025.
5. Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Berat
Kejaksaan juga terus menunjukkan komitmennya dalam menangani kasus pelanggaran HAM berat yang masih menjadi pekerjaan rumah bangsa.
Saat ini, terdapat 14 kasus dalam tahap pra-penyidikan, termasuk kasus-kasus besar seperti peristiwa 1965/1966, Trisakti-Semanggi, dan penghilangan orang secara paksa tahun 1997.
Langkah ini menjadi bukti bahwa Kejaksaan serius dalam menuntaskan permasalahan masa lalu yang hingga kini masih menjadi tuntutan berbagai pihak.
6. Peran Kejaksaan dalam Sentra Gakkumdu
Sebagai bagian dari Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu), Kejaksaan berperan aktif dalam menangani dugaan tindak pidana pemilu.
Langkah-langkah strategis terus dilakukan guna memastikan bahwa pemilu berjalan secara jujur, adil, dan bebas dari kecurangan.
Dengan adanya koordinasi antara Kejaksaan, Bawaslu, dan Kepolisian, segala bentuk pelanggaran pemilu dapat ditangani dengan cepat dan tepat.