Polhukam

Kejaksaan Agung Periksa Saksi Terkait Dugaan Korupsi Impor Gula,Kasus yang Menarik Perhatian Publik

×

Kejaksaan Agung Periksa Saksi Terkait Dugaan Korupsi Impor Gula,Kasus yang Menarik Perhatian Publik

Sebarkan artikel ini

Jakarta – METROSERGAI.com,( 3/1/25) – Kejaksaan Agung Republik Indonesia melalui Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS).

Terus menunjukkan komitmennya dalam memberantas tindak pidana korupsi yang merugikan negara.

Kali ini, penyidikan difokuskan pada dugaan tindak pidana korupsi terkait importasi gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015 hingga 2016.

Dalam pengembangan kasus ini, satu orang saksi penting diperiksa pada Kamis, 2 Januari 2025.

Saksi tersebut adalah HFR, yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (periode 2022-2027).

Keberadaan HFR sebagai saksi memiliki peran strategis mengingat jabatannya yang berhubungan erat dengan sektor pertanian, khususnya produksi gula dalam negeri.

Fokus Pemeriksaan Saksi

Pemeriksaan terhadap HFR dilakukan sebagai bagian dari upaya pengumpulan alat bukti dan melengkapi pemberkasan untuk mengungkap lebih dalam keterlibatan tersangka utama dalam kasus ini, yakni TTL dan beberapa pihak lainnya.

Dalam keterangannya, tim penyidik menegaskan bahwa proses pemeriksaan ini bertujuan untuk mendapatkan fakta-fakta hukum yang dapat memperkuat pembuktian dalam perkara tersebut.

“Dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula ini tidak hanya berdampak pada kerugian negara.

Tetapi juga merugikan para petani tebu lokal yang terganggu oleh kebijakan impor gula yang tidak transparan,” ujar seorang sumber di lingkungan Kejaksaan Agung.

Dugaan Korupsi yang Melibatkan Banyak Pihak

Kasus ini bermula dari dugaan adanya penyalahgunaan wewenang dalam proses importasi gula, yang dilakukan oleh pihak tertentu di Kementerian Perdagangan selama periode 2015-2016.

Modus yang digunakan, menurut informasi awal, melibatkan manipulasi kuota impor serta pemberian izin yang tidak sesuai dengan prosedur.

Hal ini diduga membuka celah bagi pihak tertentu untuk meraih keuntungan besar, sementara sektor gula lokal mengalami tekanan akibat kebijakan tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *