JAKARTA – METROSERGAI.com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Menggelar sidang perdana perkara dugaan korupsi penyaluran kredit BRIguna di satuan militer Cibinong.
Sidang dengan agenda pembacaan surat dakwaan ini menghadirkan enam terdakwa yang diduga terlibat dalam praktik kredit fiktif yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp65 miliar.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan oknum purnawirawan militer serta pegawai bank.
Yang diduga bekerja sama dalam mengajukan kredit fiktif di dua kantor BRI, yaitu Unit Menteng Kecil dan Cabang Cut Mutiah.
Modus Korupsi Kredit BRIguna
Berdasarkan dakwaan yang dibacakan oleh tim Jaksa Penuntut Umum, perkara ini terbagi menjadi dua bagian:
1. Perkara pertama berlokasi di BRI Unit Menteng Kecil, dengan empat terdakwa, yaitu:
Pelda (Purn) Dwi Singgih Hartono bin Sutrisno Ginti Nunung
Nadia Sukmaria binti Endang Sutisna
Rudi Hotma anak dari Robert Situmorang
Heru Susanto bin Sukamto
Dalam dakwaan, keempatnya diduga mengajukan kredit fiktif yang menyebabkan kerugian sebesar Rp57 miliar bagi BRI Unit Menteng Kecil.
2. Perkara kedua berlokasi di BRI Cabang Cut Mutiah, dengan tiga terdakwa, yakni:
Pelda (Purn) Dwi Singgih Hartono bin Sutrisno Ginti Nunung
Oki Harrie Purwoko bin Sri Hartono
M. Kusmayadi bin Iswan Nasution
Dalam kasus ini, negara dirugikan sebesar Rp8 miliar akibat praktik yang sama, yakni pengajuan kredit fiktif yang dilakukan secara sistematis oleh para terdakwa.
Jika diakumulasikan, total kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp65 miliar.
Peran Sentral Oknum Militer dan Pegawai BRI
Pelda (Purn) Dwi Singgih Hartono, yang berperan sebagai juru bayar di satuan militer Cibinong, diduga memiliki peran utama dalam kasus ini.
Ia disebut bekerja sama dengan pegawai BRI untuk mengajukan kredit fiktif atas nama anggota militer yang sebenarnya tidak pernah mengajukan pinjaman.
Dalam dakwaan, terungkap bahwa skema ini berlangsung selama bertahun-tahun, dari 2016 hingga 2023.
Para terdakwa diduga memalsukan dokumen dan mengatur pencairan dana kredit, yang kemudian tidak digunakan sesuai peruntukannya melainkan disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.